Ojek Online Unjuk Rasa: Tuntut Tarif dan Perlindungan Sosial

News8 Views

Ribuan pengemudi ojek online (ojol) menggelar unjuk rasa serentak di berbagai kota besar Indonesia pada Selasa, 20 Mei 2025. Aksi yang diberi nama “Aksi 205” ini menjadi bentuk protes terhadap sistem kerja yang dianggap tidak berpihak kepada mitra pengemudi. Tuntutan mereka ditujukan kepada pemerintah dan perusahaan aplikator seperti Gojek dan Grab.

Latar Belakang Aksi Massa

Ojek Online

Selama beberapa tahun terakhir, pengemudi ojol menghadapi berbagai tekanan, mulai dari pemotongan komisi yang tinggi, promosi tarif murah oleh aplikator, hingga beban kerja yang tidak sebanding dengan pendapatan. Belum lagi status hukum yang menggantung karena mereka masih dianggap sebagai “mitra” tanpa perlindungan ketenagakerjaan.

Ketimpangan Sistem

Salah satu pemicu utama aksi adalah sistem insentif dan perhitungan tarif yang dianggap tidak transparan. Pengemudi merasa dirugikan dengan kebijakan aplikator yang sering berubah sepihak tanpa dialog.

Tuntutan Aksi 205

  1. Penurunan Potongan Komisi: Pengemudi meminta agar komisi aplikasi dibatasi maksimal 10% dari tarif.
  2. Penghapusan Program Diskon: Menolak promosi tarif hemat yang dianggap menurunkan pendapatan driver.
  3. Perlindungan Hukum: Mendesak pemerintah menetapkan aturan yang memberikan perlindungan kerja, jaminan sosial, dan kesehatan.
  4. Transparansi Algoritma dan Sistem Prioritas: Menuntut keadilan dan kejelasan dalam pembagian order.
  5. Dialog Terbuka dengan Aplikator: Pengemudi menuntut ruang dialog resmi dan berkala untuk mengutarakan aspirasi mereka.

Respons Pemerintah dan Perusahaan Aplikator

Kementerian Perhubungan dan DPR RI

Ojek Online

Kemenhub menyatakan akan mengevaluasi ulang regulasi terkait operasional ojek online dan potongan komisi yang dibebankan oleh aplikator. Sementara Komisi V DPR RI menjadwalkan rapat dengar pendapat dengan perwakilan pengemudi dan perusahaan aplikasi guna mencari solusi jangka panjang.

Pihak Aplikator: Belum Ada Langkah Nyata

Perusahaan seperti Gojek dan Grab menyatakan terbuka terhadap masukan dari mitra pengemudi, namun hingga saat ini belum ada pernyataan resmi terkait penyesuaian kebijakan komisi ataupun tarif.

Dampak Aksi terhadap Layanan

Gangguan Operasional dan Pemadaman Aplikasi

Banyak pengemudi melakukan “offbid” atau mematikan aplikasi mereka secara massal, sehingga menyebabkan layanan terganggu di beberapa wilayah, terutama Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Masyarakat mengeluhkan keterlambatan pengantaran dan naiknya tarif dinamis.

Aksi Berlangsung Damai

Meski dilakukan secara masif, unjuk rasa berjalan tertib. Para pengemudi melakukan long march, orasi, dan aksi teatrikal tanpa kerusuhan. Aparat keamanan turut mengawal aksi guna memastikan ketertiban umum.

Seruan untuk Reformasi Ekosistem Digital

Aksi ini menjadi cerminan semakin mendesaknya pembaruan regulasi di sektor ekonomi digital. Saat ini jutaan pekerja digital, termasuk pengemudi ojol, belum mendapatkan jaminan kerja layaknya pekerja formal.

Perlunya Payung Hukum yang Adil

Regulasi yang mengatur hubungan kerja antara aplikator dan pengemudi menjadi keharusan. Banyak negara lain telah mengambil langkah untuk melindungi gig worker. Indonesia pun diharapkan segera menyusul agar tidak tertinggal.

Kesejahteraan Pekerja adalah Pilar Ekonomi Digital

Tanpa keadilan bagi pekerja lapangan, pertumbuhan ekonomi digital berpotensi menciptakan ketimpangan yang lebih dalam. Pemerintah perlu hadir sebagai penengah yang adil.

Tanggung Jawab dan Moral

Aksi unjuk rasa pengemudi ojek online pada 20 Mei 2025 adalah sinyal kuat bahwa ekosistem transportasi daring membutuhkan pembenahan menyeluruh. Tuntutan mereka bukan sekadar soal tarif dan insentif, tetapi tentang martabat dan masa depan jutaan pekerja digital di Indonesia.

Pemerintah dan aplikator memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menanggapi suara-suara dari jalanan ini. Reformasi sistem menjadi langkah wajib agar kesejahteraan dan keadilan benar-benar hadir di era teknologi yang terus melaju.